Kehidupan manusia memang tidak bisa ditebak. Begitupun dengan kebutuhan untuk hidup. Kadang bisa sangat meningkat, kadang bisa berkurang. Itu menandakan bahwa sebenarnya manusia adalah makhluk yang dinamis.
Tapi bagaimana jika kebutuhan Anda berkali lipat lebih mahal, daripada uang yang bisa Anda dapatkan? Faktanya, situasi ini sering menjadi akar permasalahan dari banyak kejadian memilukan di Indonesia.
Namun perkembangan teknologi selalu berusaha menyelesaikan bermacam masalah. Dalam beberapa tahun terakhir, lahir beberapa perusahaan financial technology atau biasa disebut pinjaman online. Mereka menawarkan kemudahan bagi masyarakat Indonesia dalam urusan pinjam-meminjam uang.
Bagaimana tidak, fintech mampu memangkas prosedur yang ribet dalam proses peminjaman uang. Hanya bermodal aplikasi di telepon genggam dan foto ktp, pinjaman yang diajukan akan cair dalam hitungan menit. Hal ini berubah menjadi solusi praktis yang dibutuhkan para peminjam. Apalagi, para peminjam yang sedang membutuhkan uang itu secara cepat.
Maka dari itu, di awal kemunculan perusahaan pinjol, banyak masyarakat yang memuja dan mengelu-elukan namanya. Hal ini terbukti dengan munculnya stigma soal KoinWorks, AdaKami, Easycash. Uniknya, para pengguna jasa pinjaman online bahkan menyebut mereka adalah malaikat uang, yang siap setiap saat membantu masyarakat.
Tapi lambat laun, banyak orang yang berubah pikiran. Sisi negatif dari pinjaman online mulai muncul ke permukaan. Berbagai macam masalah hadir silih berganti. Apalagi, untuk perusahaan AdaKami. Mereka disoroti karena diduga mengakali regulasi sampai bikin pengutang bunuh diri.
Jadi, apakah AdaKami benar mengakali regulasi? Apakah benar teknik marketing mereka merupakan satu teknik paling jahat, yang membuat banyak orang terjerumus ke dalam kasus gagal bayar utang? Mari bahas bersama Top Coach Indonesia!
Sejarah Pinjaman Online
Pinjaman online sedang marak dibicarakan karena terhubung dengan berbagai macam masalah. Pinjaman online, diberikan oleh perusahaan fintech atau financial technology. Perusahaan ini adalah perusahaan yang memberikan layanan keuangan berbasis teknologi.
Jika mengutip pada OJK, definisi fintech adalah satu inovasi dalam industri jasa keuangan yang memanfaatkan penggunaan teknologi. Tapi karena banyak diminati, sekarang fintech berhasil jadi sebuah industri sendiri.
Dalam Industri fintech, ada banyak jenis usaha yang berkembang. Beberapa diantaranya digital payment system, p2p (peer to peer lending), aggregator, crowdfunding dan microfinancing.
Lalu, jenis manakah perusahaan pinjaman online itu? pinjaman online masuk dalam kategori fintech peer to peer lending. Mereka merupakan layanan pinjam meminjam uang yang mengadopsi teknologi informasi sebagai medianya.
Jadi sejak kapan mereka ada? menurut beberapa sumber, fintech mulai masuk di tanah air sejak 2016. Saat itu, mereka banyak diakses oleh para pebisnis dan kelompok usaha mikro kecil dan menengah (UMKM).
Kenapa layanan mereka amat berkembang? selain kemudahan yang ditawarkan, faktor yang menjadikan bisnis ini berkembang adalah banyaknya masyarakat yang unbanked atau tidak memiliki akses keuangan dari perbankan.
Pada 2018, bisnis pinjol mengalami kenaikan yang signifikan. Bahkan mencapai angka penyaluran senilai Rp22 triliun. Kemudian mereka terus memiliki grafik yang menjulang tinggi hingga pada Juli 2023, menurut katadata, mereka memiliki 14 juta penerima pinjaman.
Mengenal AdaKami
AdaKami adalah perusahaan pinjaman online yang berdiri sejak 5 Juni 2018. Menurut hasil penelusuran, AdaKami termasuk dalam perusahaan p2p lending yang legal karena mengantongi izin OJK. Izin resmi tersebut mereka kantongi sejak 2019. Maka dari itu AdaKami bukan termasuk kelompok pinjaman online illegal.
Pasti Anda bertanya, siapa sih orang dibalik platform ini? Platform ini dimiliki oleh 2 pemegang saham, yaitu FinVolution dengan saham 80% dan PT Paraduta Satya Wahana yang memegang saham sisanya.
Sebagai pemilik saham terbesar, FinVolution merupakan perusahaan funding asal luar negri. Mereka adalah perusahan lending kawakan yang berasal dari China dan terdaftar sebagai bagian dari bursa Nasdaq. Nasdaq adalah salah satu bursa efek tertua di Amerika Serikat.
Sedangkan pemegang saham sisanya, PT Paraduta Satya Wahana adalah sebuah perusahaan yang berhubungan dengan Patrick Walujo. Patrick saat ini adalah CEO dari GoTo. Menarik bukan?
Selain itu, AdaKami merupakan pelaku utama dalam industri fintech. Produk andalan mereka ada 2, yaitu pinjaman cicilan & pinjaman harian. Pinjaman harian adalah model pinjaman online dari AdaKami yang memungkinkan peminjam membayar utang dengan hitungan hari. Biasanya, peminjam akan diberi durasi dari 14 hari, 21 hari atau 28 hari.
Dalam model ini, peminjam hanya diberi limit Rp3 juta. Sebelum mendapatkan limit yang lebih tinggi, model ini lah yang akan peminjam dapatkan di awal pemakaian aplikasi AdaKami.
Yang kedua, AdaKami punya model pinjaman cicilan. Model ini seperti versi upgrade dari model sebelumnya. Disini, peminjam akan diberikan limit yang lebih besar dengan durasi membayar yang lebih lama.
Mengacu pada aturan model ini, limit peminjam di aplikasi AdaKami akan berkisar di Rp10 juta dan bisa mencapai Rp80 juta. Dan bisa dibayar dalam 2, 3, 6 ataupun 12 bulan. Model ini hanya diberikan AdaKami pada peminjam yang memiliki histori kredit yang baik.
AdaKami juga terdaftar dalam keanggotaan AFPI, yaitu organisasi yang mengawasi seluruh kegiatan fintech lending di negara ini. Jadi wajar jika mereka menawarkan bunga pinjaman yang relatif kecil dan tidak mencekik para usernya.
Hal itu dibuktikan dengan penetapan bunga AdaKami yang hanya 0,4% perhari. Dengan bunga yang terlihat kecil itu, target pasar AdaKami adalah masyarakat yang belum tersentuh perbankan seperti pekerja informal maupun pelaku UMKM.
Melalui penjelasan ini, apakah Anda kira AdaKami tidak memiliki masalah? Apakah Anda melewatkan berbagai keluhan pengguna AdaKami?
AdaKami Jadi Bukti Jahatnya Sebuah Marketing
Mau bagaimanapun, AdaKami adalah sebuah bisnis. Kebanyakan bisnis pinjaman online, selalu mengincar untung tanpa peduli kondisi konsumennya. Apakah Anda sepakat dengan statement tersebut?
Pasalnya, saat ini AdaKami adalah bukti paling dekat dari statement tersebut. Mereka memiliki tim marketing yang integritasnya dipertanyakan. Jika kita berbicara tentang ideal, marketing yang baik, selalu dikemas dengan jujur. Dengan demikian, mereka dapat mengarahkan konsumen untuk menentukan keputusan yang tepat.
Tapi itu tidak berlaku untuk AdaKami, karena tim marketing AdaKami malah berlaku sebaliknya. Mereka sengaja meng-highlight “bunga pinjaman yang rendah”, dan menyebarkanya dalam seluruh pembuatan iklan promosi. Hal ini bertentangan dengan prinsip dan etika marketing yang menitikberatkan kejujuran bagi para konsumen.
Sedangkan kondisi masyarakat Indonesia saat ini, memiliki pemahaman literasi keuangan yang kurang. Alih-alih memberi edukasi, AdaKami sebagai pemain kawakan dalam industri fintech malah memanfaatkan keadaan. Mereka secara terang-terangan mengunci masyarakat yang literasinya kurang, menjadi target marketing mereka.
Itu dibuktikan dengan copywriting AdaKami yang tersebar luas. Di Youtube, Instagram dan semua media pemasaran, mereka gemar sekali menyisipkan istilah-istilah yang berpotensi mengecoh para konsumen. Mulai dari bunga 0%, tenor yang lama hingga proses pencairan pinjaman yang cepat. Kalimat-kalimat itu mengaburkan informasi penting seperti besaran biaya administrasi hingga bagaimana skema pembayaran denda dari pinjaman yang AdaKami berikan.
Tim marketing AdaKami, memang sukses menjalankan strategi pemasaran. Tapi mereka gagal menjalankan pemasaran yang berkualitas dan beretika. Kualitas copywriting AdaKami bercampur manis dengan faktor emosional dan math error dari para calon konsumen. Dan, terciptalah berbagai drama rumit antara pemberi pinjaman dan para peminjam.
Menurut Anda, siapa yang berhak disalahkan dalam kesempatan ini? Beringasnya perusahaan pinjaman online, kelalaian dalam penetapan regulasi dari pemerintah atau malasnya masyarakat Indonesia untuk mengupgrade literasi keuangan?
Romantisme Fintech Dan Celah Regulasi
Jika Anda mengikuti drama yang terjadi dalam bisnis pinjaman online, Anda akan memahami bahwa itu berasal dari regulasi yang tidak sempurna. Regulasi yang cacat, akan menciptakan lingkungan bisnis yang tidak sehat. Kondisi inilah yang memicu beberapa perusahaan terlibat dalam praktik yang tidak etis dan berbahaya bagi konsumen.
Padahal, regulasi diciptakan untuk melindungi konsumen. Selain itu, mereka ada untuk meminimalisir berbagai resiko dan memaksa perusahaan yang bersangkutan untuk beroperasi sesuai prosedur yang telah ditetapkan.
Tapi kenyataannya, perusahaan pinjaman online seperti AdaKami memanfaatkan celah regulasi yang ada. Apa saja sih regulasi yang dilanggar perusahaan pinjaman online AdaKami?
- Mengakali aturan bunga pinjaman dengan biaya admin aplikasi.
Dari fakta yang ada, memang perusahaan pinjaman online satu ini tidak melanggar regulasi. Kerena mereka memiliki izin yang lengkap sejak 2019.
Tapi apakah mereka adalah bisnis yang jujur? Jawabanya tidak juga.
Saat ini, muncul berbagai temuan tentang pelanggaran regulasi yang dilakukan AdaKami. Sebenarnya bukan pelanggaran, tapi mereka berhasil memanfaatkan celah di antara regulasi yang berlaku. Salah satunya regulasi penetapan bunga pinjaman.
Menurut data publikasi OJK, aturan yang berlaku untuk bunga pinjaman online di Indonesia berkisar antara 0,4% dalam jangka pendek dan 12%-24% untuk jangka panjang. Aturan ini juga sudah disepakati AFPI dan ditetapkan sejak 2022. Lalu dimana celah yang dimanfaatkan?
Celahnya ada pada aturan itu sendiri. Selama ini, AFPI dan OJK hanya mencantumkan regulasi dan aturan tentang batas bunga yang boleh diberikan aplikasi pinjaman online pada nasabahnya. Hal ini dimanfaatkan betul oleh AdaKami dengan menetapkan biaya administrasi aplikasi yang angkanya tidak masuk di logika.
Umumnya, para penyedia jasa pinjaman online akan mendapat keuntungan dari convenience fee. Nominalnya pun tidak besar. Tapi AdaKami mengambil langkah berani dengan memberikan potongan biaya admin sebesar 40-95%.
Angka itu terlalu besar untuk pengambilan keuntungan sebuah bisnis jasa. Itulah sebabnya, saat ini banyak netizen yang geram dan mengutuk perusahaan penyedia jasa pinjaman online.
- Mengambil data dengan melakukan doxing pada nasabah.
Selanjutnya ada doxing yang dilakukan aplikasi AdaKami. Apasih doxing itu? Doxing adalah upaya pencurian dan penyebaran data diri seseorang yang dijalankan tanpa persetujuan. Kejahatan ini merupakan kejahatan era internet yang melanggar privasi.
Dalam pola penagihan pinjaman AdaKami, sering ditemukan praktik dari doxing tersebut. Biasanya, doxing tersebut dijalankan penagih untuk menggertak nasabah. Dengan gertakan itu, nasabah pasti takut data diri dan aib berhutangnya disebar. Situasi ini memaksa sang nasabah bergegas untuk membayar hutangnya.
Padahal, menurut hukumonline.com pencurian dan penyebaran data termasuk dalam pelanggaran hukum yang berat. Dalam UU ITE Pasal 26 ayat(1)jo. UU 19/2016, dijelaskan bahwa setiap kegiatan yang melibatkan informasi dan data pribadi di internet harus dilakukan atas persetujuan pihak terkait. Hal ini karena data pribadi adalah bagian dari privacy rights.
Jika aturan di atas dilanggar, maka korban memiliki kewenangan untuk mengaktifkan pasal Pasal 26 ayat (1) dan (2) UU ITE jo. UU 19/2016. Pasal tersebut berisi tentang perlindungan korban, dengan hak gugatan atas kerugian yang ditimbulkan pencuri data.
Adapun doxing sendiri diatur dalam Pasal 67 ayat (1) dan (2) UU PDP. Dalam aturan tersebut, hukuman para pencuri dan pengumpul data dengan maksud mencari keuntungan pribadi adalah pidana penjara paling lama 5 tahun dan/atau denda senilai Rp5 miliar. Sedangkan untuk penyebar data pribadi, akan terkena tuntutan pidana penjara paling lama 4 tahun dan/atau denda maksimal Rp4 miliar.
Lalu, kenapa AdaKami sebagai aplikasi pinjaman online legal melakukan hal yang jelas dilarang undang-undang? Hal ini terjadi karena dalam pinjaman online, tidak ada jaminan utang yang dapat diuangkan. Maka pihaknya berspekulasi bahwa data-data nasabah lah yang jadi nilai tukar setara.
Tapi apapun alasannya, mencuri dan menyebarkan data pribadi memang melanggar hukum. AdaKami sebagai platform pinjaman online seharusnya dapat memahami itu dengan mudah. Sehingga mereka mampu menciptakan solusi, dari permasalahan ‘jaminan utang’ yang terjadi.
- Menggunakan Debt collector sebagai penagih utang.
Terakhir, ada penggunaan debt collector sebagai pihak ketiga dalam sebuah pinjaman online. Mengutip paparan hukumonline.com, sebenarnya platform pinjaman online diberikan kebebasan untuk melibatkan pihak ketiga dalam proses penagihan utang pada nasabah. Akan tetapi, mereka harus bertanggung jawab penuh dalam mengatur pihak ketiga tersebut supaya menaati kesepakatan yang telah ditetapkan.
Masih dari sumber yang sama, sebenarnya OJK memiliki panduan tentang tata cara dan etika penagihan utang untuk para platform pinjaman online. Yaitu:
- Tidak mempermalukan dan melibatkan ancaman pada nasabah.
- Dalam penagihan, tidak boleh ada kekerasan fisik ataupun verbal.
- Melarang penyebaran data pribadi nasabah apapun alasannya.
- Proses penagihan utang harus ditujukan pada nasabah saja.
Walaupun begitu, praktik penagihan dengan debt collector masih sering dilakukan dengan proses yang tidak manusiawi. Mulai dari tindak kekerasan, premanisme bahkan teror dan ancaman di luar batas wajar.
Padahal, tindak kekerasan masuk dalam pasal 365 ayat (1) KUHP dengan hukuman maksimal 9 tahun penjara. Sedangkan teror dan ancaman, melanggar Pasal 27 ayat (3) dalam UU ITE No 19 tahun 2016. Dalam pasal itu, dijelaskan aturan mengenai larangan menyebarkan penghinaan dan pencemaran nama baik secara elektronik.
Pasal 27 tersebut berhubungan dengan pasal 45 ayat (3), yang menjelaskan bahwa pelanggaran terhadap undang-undang, akan membuat pelaku dihukum 4 tahun kurungan penjara dan/atau denda maksimal Rp750 juta.
Jika dilihat lebih seksama, aturan penagihan pinjaman ini tertulis dengan cukup jelas. Tapi kenapa ya, AdaKami masih menggunakan jasa debt collector yang tidak kompeten?
Kondisi ini memicu ketidakpuasan khalayak yang diluapkan pada media sosial. Hampir semua lini masa, penuh dengan cuitan netizen tentang bobroknya cara penagihan pinjaman AdaKami.
Bahkan dalam kasus terakhir, polemik penagihan mereka menyebabkan korban jiwa. Debt collector yang mereka gunakan, diduga mengancam nasabah hingga membuat nasabah tersebut bunuh diri. Kali ini, akankah platform AdaKami selamat?
Polemik Deb-collector Yang Menghilangkan Nyawa Nasabah
Jika Anda melakukan pinjaman online, apakah Anda akan memaklumi cara penagihan yang tidak etis?
Hal ini menjadi polemik khusus dari platform pinjaman online AdaKami. Tapi, setelah beberapa hari sibuk membantah tudingan, akhirnya platform AdaKami menyerah dan mengakui bahwa mereka melanggar ketentuan OJK.
Sikap ini muncul setelah AdaKami mendapat 36 aduan tentang proses penagihan pinjaman yang tidak manusiawi. Kejadian tersebut didukung dengan serbuan netizen di media sosial yang memberikan respon buruk soal pengalaman menggunakan platform tersebut.
Sebenarnya, semua keramaian ini muncul karena ada nasabah AdaKami yang memutuskan untuk mengakhiri hidupnya. Kejadian ini lantaran nasabah tersebut diteror dan dicaci maki oleh debt collector. Bahkan, sang debt collector sampai melakukan order fiktif, pemanggilan pemadam kebakaran, ambulan dan jasa sedot WC ke alamat korban.
Seluruh kejadian ini mengirim AdaKami pada investigasi mendalam pihak OJK dan AFPI. Mereka juga terancam terkena pidana hukum.
Kesimpulan
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa AdaKami adalah perusahaan fintech yang menggunakan teknik marketing untuk mengelabui calon targetnya. Cara ini berhasil karena tingkat literasi keuangan masyarakat kita rendah.
Selain itu, AdaKami juga memanfaatkan celah-celah regulasi untuk kepentingan perusahaan mereka. Hal ini berakibat fatal karena akhirnya banyak orang yang menyadari itu.
Bahkan, platform tersebut melanggar ketentuan yang telah ditetapkan OJK dan AFPI. Pelanggaran tersebut membuat mereka masuk pada investigasi mendalam dari Keduanya.
Saya Tom Mc Ifle,
Salam Pencerahan.
Sumber
https://twitter.com/txtdrdigital/status/1704336357706039722?s=46